4 Desember 2013

#kamuscapung

Yang ini loe harus baca entry baru gue bulan ini, sebut saja #kamuscapung. Sebuah istilah dari kumpulan hikmah hidup yang diambil dari peristiwa yang telah terjadi dari kehidupan sang jendral capung, namun tak semuanya berasal dari beliau, #kamuscapung juga merangkum 20% dari kehidupan orang lain.

#kamuscapung selalu update hikmah hidup yang baru. Langsung saja kita mulai dari:
  1. Kita tak dapat mencerdaskan diri, namun yang bisa kita lakukan adalah mengurangi kebodohan.
  2. Jika kita bisa mendahulukan kepentingan orang lain dengan tulus maka merasa bahagia akan kita rasakan.
  3. Terkadang, seharian diam tanpa kata dalam sebuah rumah menyadarkan beberapa hal untuk dilakukan.
  4. Mencintai sesuatu bisa merubah hidup lebih baik, meskipun itu adalah duniawi.
  5. Melakukan suatu kebaikan itu mudah, namun yang tak mudah ialah ke-istiqomah-an dalam melakukan kebaikan tersebut.
  6. Jika anda bisa melakukannya sekarang, maka lakukanlah!
  7. Jika anda merasa memiliki, kemungkinan besar anda akan merawatnya.
  8. Jika kita benar-benar mencintai sesuatu, kita pasti menjaganya.
  9. Jangan menunggu dewasa untuk menikah. Nikahlah, maka anda akan dewasa.
  10. Dua hal yang manusia selalu lakukan, Berharap dan Khawatir.
  11. Salah satu metode marah yang baik adalah DIAM TANPA KATA.
  12. Manusia akan mengerti betapa nikmat makan itu ketika mereka sariawan.
  13. Satu hal yang sangat penting dalam sebuah pekerjaan ialah menikmati pekerjaan itu sendiri.
  14. 80% kata hati beneran terjadi.  

1 Desember 2013

Imam Nawawi Al Bantani

« Padhastrian Ilmu
Warnet ke Warnet »
Syekh Nawawi Al Bantani

Ditulis oleh Teguh Iman Prasetya di/pada Rabu, Maret 12, 2008

PELOPOR GERAKAN INTELEKTUAL ISLAM NUSANTARA
Oleh: Martin Muntadhim S.M.

Kiai Nawawi Banten(1230-1314 H/1813-1897 M) alias Syaikh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani Asy-Syafi’I adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib MInangkabau, dan Kiai Mahfudz Termas (wafat 1919-20 M).

Namanya yang lengkap ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani. Ia dilahirkan di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1230 H/ 1813 M. Ayahnya seorang tokoh yang agama yang sangat disegani. Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Istrinya yang pertama bernama Nasimah, juga lahir di Tanara. Darinya, Kiai Nawawi dikaruniai tiga putri, Nafisah, Maryam, dan Rubi’ah. Istrinya yang kedua, Hamdanah, memberinya satu putri: Zuhrah. Konon, Hamdanah yang baru berusia berlasan tahun dinikahi sang kiai pada saat usianya kian mendekati seabad. Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Makkah, karena saat itu Indonesia –yang namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi kegiatan pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.

Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Iapun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di sana. Banyak sumber menyatakan Kiai Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada 1314 H/ 1897 M, namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, ia wafat pada 1316 H/ 1898 M.

PENGGERAK MILITANSI MUSLIM
Meski pandangannya terhadap perempuan masih terlalu ortodoks dan sebagaimana lazimnya permikiran tradisional Islam, masih menganggapnya sebagai objek, jejak Kiai Nawawi, baik melalui murid dan pengikutnya maupun melalui kitabnya, yang masih berpengaruh dan dipakai di pesantren hingga kini, benar-benar pantas menempatkannya sebagai nenek moyang gerakan intelektual Islam di Nusantara. Bahkan, sangat boleh jadi, ia merupakan bibit penggerak (King Maker) militansi muslim terhadap Belanda penjajah.

Pada masanya, saat perjalanan haji mulai berfungsi sebagai pemersatu Nusantara dan perangsang antikolonialisme, ketiga ulama tersebut sebagai bagain dari masyarakat “Jawah mukim” punya peran penting sebagai perantara antara orang Nusantara dan gerakan agama serta politik di bagian dunia Islam yang lain. Ketiganya mengilhami gerakan agama di Indonesia dan mendidik banyak ulama yang kemudian berperan penting di tanah air.

Sebagai pengarang yang paling produktif, Kiai Nawawai Banten punya pengaruh besar di dikalangan sesama orang Nusantara dan generasi berikutnya melalui pengikut dan tulisannya. Tak kurang dari orientalis Dr. C. Snouck Hurgronje memujinya sebagai orang Indonesia yang paling alim dan rendah hati. Ia menerbitkan lebih dari 38 karya. Ada sumber yang mengatakan ia menulis lebih dari 100 kitab.

PENULIS MULTI DIMENSI

Kitab tafsirnya, Al-Tafsir Al-Munir li Ma’alim al-Tanzil sangat terkenal. Ia menulis kitab dalam hampir setiap disiplin ilmu yang dipelajari di pesantren. Berbeda dari pengarang Indonesia sebelumnya, ia menulis dalam bahasa Arab. Beberapa karyanya merupakan syarah (komentar) atas kitab yang telah digunakan di pesantren serta menjelaskan, melengkapi, dan terkadang mengkoreksi matan (kitab asli) yang dikomentari.

Sejumlah syarah-nya benar-benar menggantikan matan asli dalam kurikulum pesantren. Tidak kurang dari 22 karyanya (ia menulis paling sedikit dua kali jumlah itu) masih beredar dan 11 kitabnya yang paling banyak digunakan di pesantren. Kiai Nawawi Banten berdiri pada titik peralihan antara dua periode dalam tradisi pesantren. Ia memperkenalkan dan menafsirkan kembali warisan intelektualnya dan memperkayanya dengan menulis karya baru berdasarkan kitab yang belum dikenal di Indonesia pada zamannya. Semua kyai zaman sekarang menganggapnya sebagai nenek moyang intelektual mereka.

Bahkan, Ahmad Khatib Minangkabau, bapak reormasi Islam Indonesia, pun termasuk siswanya. Muridnya yang lain antara lain, K.H. Hasyim Asy-ari, K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Raden Asnawi, dan K.H. Tubagus Asnawi.

DARI AKIDAH HINGGA RIWAYAT HADITS
Kitabnya, Qathr al-Ghaits, merupakan syarah dari kitab akidah terkenal, Ushul 6 Bis, karya Abu Laits al-Samarqandi, yag di Jawa lebih dikenla sebagai Asmaraqandi. Bersama karya Ahmad Subki Pekalongan, Fath al-Mughits, yang merupakan terjemahan Jawa Ushul 6 Bis, Qathr al-Ghaits banyak dipakai dan menjadikan Ushul 6 Bis lebih terkenal.

Ushul 6 Bis ialah karya tentang ushuluddin yang terdiri atas enam bab yang masing-masing dibuka dengan kata bismillah. Pada abad ke-19, Ushul 6 Bis merupakan kitab akidah pertama yang dipelajari di pesantren tingkat rendah Indonesia. Dua kitab lain yang diajarkan di tingkat yang sama ialah kitab fiqh at-Taqrib fi al-Fiqh karya Abu Syuja’ al-Isfahani dan Bidayah al-Hidayah, ringkasan Ihya karya al-Ghazali.

Kitab Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Jawi al-Bantani, Madarij al-Su’ud Ila Ikhtisah al-Burud, yang berbahasa Arab dalam berbagai terbitan merupakan adaptasi Indonesia kitab karya Ja’far bin Hasan al-Barzinji tentang Maulid an-Nabi (‘Iqd al-Jawahir).

Karya acuan yang paling penting ialah Minhaj at-Thalibin karya Nawawi dan komentarnya atas karya Khatib Syarbini, Mughni al-Muhtaj. Minhaj yang menjadi dasar utama semua teks juga dianggap sebagai sumber riil otoritas.

Teks dasar dalam bidang akidah ialah Umm Al-Barahin (disebut juga Al-Durrah) karya Abu’Abdullah M. bin Yusuf al-Sanusi (wafat 895 H/ 1490 M). Syarah yang lebih mendalam, yang dikenal sebagai as-Sanusi, ditulis oleh pengarangnya sendiri. Karya lain yang sebagain didasarkan atas As-Sanusi ialah Kifayah al-‘Awwam karya Muhammad bin Muhammadal-Fadhdhali (wafat 1236 H/ 1821 M) yang sangat popular di Indonesia. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dalam Mac Donald1903, halaman 315-351.

Murid Fadhali, Ibrahim Bajuri (wafat 1277 H/1861 M) menulis syarah-nya, Taqiq al-Maqam ‘Ala Kifayah al’Awwam, yang dicetak bersama Kifayah dalam edisi Indonesia. Syarah ini di-hasyiyah-kan oleh nawawi banten dalam karya yang banyak dibaca orang, Tijan ad-Durari.

DARI ANAK MUDA HINGGA ADAB
Kitab singkat berbentuk sajak bagi mereka yang berusia belia dan baru mengerti bahasa Arab, ‘Aqidah al-Awwam, ditulis oleh Ahmad al-Marzuqi al-Maliki al-Makki yang giat kira-kira 1864. Nawawi Banten menulis syarah yang terkenal atasnya, Nur Azh-Zhalam.

Nasha’ih al-‘Ibad juga merupakan karya lain Nawawi Banten. Kitab ini merupakan syarah atas karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, an-Nabahah ‘ala Isti’dad. Kitab ini memusatkan pembahasan atas adab berperilaku dan seiring dijadikan karya pengantar mengenal akhlak bagi santri yang lebih muda.

Nawawi juga menulis syarah berbahasa Arab atas Bidayah al-Hidayah karya Abu Hamid al-Ghazali dengan judul Maraqi al-‘Ubudiyah yang lebih popular, jika dinilai dari jumlah edisinya yang berbeda-beda yang masih dapat ditemukan hingga sekarang. ‘Uqd al-Lujain fi Huquqf az-Zaujain ialah karya Nawawi tentang hak dan kewajiban istri. Ini adalah materi pelajaran wajib bagi santri putri di banyak pesantren. Dua terjemahan dan syarah-nya dalam bahasa Jawa beredar, Hidayah al-‘Arisin oleh Abu Muhammad Hasanuddin dari Pekalongan dan Su’ud al-Kaumain oleh Sibt al-Utsmani Ahdari al-Jangalani al-Qudusi.

TOKOH SUFI QADIRIYAH

Kiai Nawawi juga dicatat sebagai tokoh sufi yang beraliran Qadiriyah, yang didasarkan pada ajaran Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani (wafat 561 H/ 1166M). sayang, hingga riwayat ini rampung ditulis, penulis belum mendapatkan bahan rujukan yang memuaskan tentang Kiai Nawawi Banten sebagai pengikut tarekat Qadiriyah ataukah tarekat gabungan Qadiriyah wa Naqshabandiyah.

Padahal, pembacaan sejak lama kitab Manaqib Abdul Qadir pada kesempatan tertentu merupakan indikasi kuatnya tarekat ini di Banten. Bahkan, Hikayah Syeh, terjemahan salah satu versi Manaqib, Khulashah al-Mafakhir fi Ikhtishar Manaqib al-Syaikh ‘Abd al-Qadir karangan ‘Afifuddin al-Yafi’I (wafat 1367M), sangat boleh jadi dikerjakan di Banten pada abad ke-17, mengingat gaya bahasanya yang sangat kuno. Lebih dari itu, pada pertengahan abad ke-18, Sultan Banten ‘Arif Zainul ‘Asyiqin, dalam segel resminya menggelari diri al-Qadiri.

Seabad kemudian, mukminin dari Kalimantan di Makkah, Ahmad Khatib Sambas (wafat 1878), mengajarkan tarekat Qadiriyah yang digabungkan dengan Naqshabandiyah. Kedudukannya sebagai pemimpin tarekat digantikan oleh Syaikh Abdul Karim Banten yang juga bermukim di Makkah. Di tangannya, tarekat gabungan ini berkembang pesat di Banten dan mempengaruhi meletusnya Geger Cilegon pada 1888 dan amalannya melahirkan debus.

Begitulah, Syeikh Nawawi bin ‘Umar al-Bantani yang hidup kira-kira satu abad setelah ‘Abd as-Samad al-Falimbani disebut dalam isnad kitab tasawuf yang diterbitkan oleh ahli isnad kitab kuning Syekh Yasin Padang (Muhammad Yasin bin Muhammad ‘Isa al-Fadani) sebagai mata rantai setelah ‘Abd as-Samad.

Kiai Nawawi yang sangat produktif itu juga menulis kitab syarah, Salalim al-Fudhala’, atas teks pelajaran tasawuf praktis Hidayah al-Adzkiya’ (Ila Thariq al-Auliya’) karya Zain ad-Din al-Malibari yang ditulis dalam untaian sajak pada 914 H/ 150

7 November 2013

Fakta Capung

Gue pikir setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda,... termasuk gue,.. yang terkadang orang lain tidak memilikinya namun gue sendiri bisa..

Ada beberapa hal yang mungkin jadi sesuatu banget tentang gue,... disini gue sebut dengan Fakta Capung. Langsung saja kita mulai dari:

1. Setiap habis mandi, sesuatu yang agak lembek selalu keluar dari hidung gue,. . .itulah Upil. . .mending kalo inget bisa langsung gue bersihin, coba kalo pas lagi lupa,... mau sekolah aja si Upil masih lengket disekitar hidung.
> Solusinya, cuci muka setelah mandi, pastikan si Upil bener2 hilang.

2. Menurut pnelitian gue selama lima bulan terakhir, ada satu hal yang selalu gue alami di awal atau akhir bulan hijriyyah, tau gak?? Sariawan... Biasanya butuh waktu sepekan atau lebih agar sariawan hilang.
> Solusinya, ketika gejala mulai nampak, segeralah ke toko dan beli vitamin C seperti Vitacimin. InsyaAllah sariawan hilang. Tapi jangan tunda mengkonsumsi vitamin C waktu gejala, kecuali kalo loe pengen sariwan selama sepekan lebih.

3. Percaya atau tidak, sejak duduk di Pesantren tubuh gue sering merasa gerah, apalagi waktu malam datang. Hampir setiap malam gue lalui dengan tidur tanpa pake kaos, akibatnya jam 2 ato 3 malem gue sering bangun karena kedinginan.
> Solusinya, kalo tidur dideket pintu aja biar gak merasa gerah,...

4. Dunia malam gue dibatasi sampe jam 12 malem, jika tidur lewat dari jam tersebut 90% kemungkinan mata gue terasa pedas kalo bangun, akibatnya aktifitas dipagi hari terganggu.
 >Solusinya, segera going to bed sebelum jam 12 malem